SANGGUL MARATA / SIJAGARON
(MENGANDUNG EMPAT NILAI UNIVERSAL)
SUHI NI AMPANG
Nilai-nilai yang terkandung dalam pengertian empat sudut bakul dimaksud adalah nilai-nilai luhur yang secara potensial ada dalam hati manusia. Nilai-nilai yang telah tumbuh tertanam dalam setiap hati manusia sejak dahulu kala dan telah berabad - abad dapat dipedomani manusia Batak. Nilai-nilai itu pula yang terkandung dalam ajaran atau dogma /theologi agama dan karena nilai-nilai itu berlaku universal maka menjadi suatu nilai-nilai yang berlaku abadi.
Bahwa setiap hati manusia harus mempunyai Kasih, Damai, Harapan dan Sukacita, ke-empat nilai ini harus sekaligus ada pada setiap hati manusia agar manusia itu bisa menjadi manusia yang baik. Ke-empat nilai itu tidak boleh berkurang satupun karena dengan demikian maka manusia itu telah menjadi sesuatu yang tidak baik. Ke-empat titik sudut tersebut harus seimbang letaknya dan jaraknya serta besarannya agar bakul tersebut dapat berdiri dengan baik. Sejak seorang manusia dilahirkan sampai ia mati dalam lingkup budaya Batak maka peranan ke-empat sudut bakul dimaksud masih bisa terlihat dengan jelas diperlukan.
Dalam agama mengenai ke-empat sudut dimaksud jelas ada diajarkan walaupun masing-masing agama mempunyai cara yang berbeda dalam penyapaiannya sedangkan dalam agama Kristen yang jelas mendahulukan kasih diatas segala-galanya. Dalam adat batak maka setiap ritual perkawinan adat batak maka hal ini mutlak dijunjung. Pelaksanaannya jelas terlihat saat melakukan acara “ marsubuah-buahi “ yaitu pada saat pihak laki-laki datang ketempat pihak wanita sebelum melaksanakan acara pemberkatan di Gereja .
Pada saat itu dari pihak laki-laki akan datang dengan membawa “ampang“ atau bakul yang pada hakekatnya berisi dan harus dimaknai sebagai bawaan yang berisikan :
a. Kasih / Holong
b. Damai / Dame
c. Suka Cita / Lasniroha
d. Harapan / Harapan
Dalam mythos dan keindahan sprituil budaya Batak senyatanya telah memiliki dan mengartikan ke-empat nilai universal diatas dalam acara “marsibuah-buahi” tersebut sebagai berikut ;
Kasih yang dilambangkan oleh nasi putih yang hangat dan enak/indahan na las.
Damai dilambangkan oleh dedaunan yang terangkai / bulung ni jajabi - (bulung ni pisang ).
Suka Cita dilambangkan pada ulos sebagai hasil karya manusia/ pertenunan.
Harapan yang dilambangkan dalam lauk-pauk yang diatur sedemikian rupa.
Mungkin masyarakat Batak sekarang lebih melihat Ampang/bakul maupun isinya, hanya dimaksud sebagai sesuatu fisik saja dan hanya mengutamakan para pemeran dari pada Suhi ni Ampang atau hanya memikirkan pihak yang menjadi pemeran keempat sudut bakul itu saja sedangkan hakekat dan nilai-nilai yang termuat dalam ampang/bakul dimaksud sudah kurang diperhatikan. Memang ada juga benarnya yang mengartikan acara marsibuah-buahi tersebut sekaligus untuk acara serapan pagi bersama sebelum acara adat/unjuk yang akan seharian akan dilangsungkan. Senyatanya setiap ada perkawinan, sudah lebih cenderung membicarakan tugas dan peranan masing-masing institusi/pranata suhi ni ampang/bakul dimaksud tanpa lagi mengingat muatan / hakekatnya. Secara umum masyarakat mengetahui bahwa bakul/ampang adalah sesuatu alat /perkakas untuk membawa sesuatu yang pada umumnya berguna dan baik bagi manusia itu. Karena itulah maka benda itu dipilih sebagai tempat untuk membawakan kasih, damai, suka cita dan harapan dimaksud.
Ampang / bakul tersebut harus pula dijujung oleh pihak kerabat boru atau garis dari kaum perempuannya atau “ namboru ” . Pemilihan demikian bukan tidak ada artinya justru sangatlah tinggi, arti kenapa garis namboru tersebut yang mutlak sebagai penjunjung bakul tersebut . Hal ini jelas melambangkan pihak laki-laki yang akan dikawinkan tersebut masih memiliki unsur kasih, damai, sukacita dan harapan yang masih utuh.
Untuk seorang pria Batak mendapatkan kharisma maupun harga diri yang baik ditengah-tengah komunitas adatnya hanyalah karena dukungan dari kaum borunya. Sementara itu hanya kaum borunya itulah yang membuatnya bisa berharga secara kacamata adat . Jika pihak borunya/namborunya tadi yang ditugasi menjunjung ampang /bakul dimaksud , hal itu untuk memberi arti atau pertanda bahwa pihak laki-laki yang akan dikawinkan ini masih mempunyai nilai-nilai adat yang luhur dan masih baik serta tidak cacat adat. Sehingga masih pantas sipihak namboru menjunjung itu/ menjunjung kehormatan tersebut untuk dibawa dan dipertunjukkan kepada pihak perempuan yang akan dikawini.
Suhi ni ampang na opat/ empat sudut bakul yang sama, dengan tegas ada diatur dan berada pada pihak siwanita / hula-hula sebagai pranata sekaligus saksi perkawinan adat yang diselenggarakan. Para saksi atau pranata tersebut atau lembaga adat yang bertindak sebagai pihak yang menyerahkan per-empuan atau pihak pemberi berkat atau disebut sebagai tutup ni ampang dan dikenal dengan istilah ;
a. Sijalo Bara yaitu saksi perkawinan yang sekaligus juga berhak menerima upah saksi dan hal itu diperankan oleh abang atau adik dari Ayah pengantin perempuan.
b. Simolohon yaitu saksi perkawinan yang berhak menerima upah saksi dan diperankan oleh saudara laki-laki pengantin perempuan yang sudah berkeluarga.
c. Pariban yaitu saksi perkawinan yang juga berhak atas upah saksi dan diperankan oleh kakak dari penganten perempuan yang sudah berkeluarga .
d. Tulang yaitu saksi perkawinan yang berhak atas upah saksi dan diperankan oleh saudara laki-laki dari Ibu penganten perempuan.
Sementara itu didalam pihak laki-laki yang akan dinikahkan tersebut terdapat pula suhi ni ampang na opat / empat sudut bakul yang sama sebagaimana pranata yang merupakan saksi-saksi perkawinan atau pranata atau lembaga adat yang bertindak sebagai pihak penerima per-empuan sekaligus pihak penerima berkat dan disebut sebagai berikut ;
a. Pansamot yaitu orang tua pihak laki-laki dan berhak untuk menerima atas ulos pansamot.
b. Pamarai yaitu abang atau adik dari ayah silaki-laki yang menikah dan berhak untuk menerima atas ulos pamarai.
c. Simandokkon yaitu abang dari laki-laki yang dinikahkan dan berhak untuk menerima atas ulos simandokkon.
d. Si-hutti Ampang ( dialap jual) atau istilah Ulos ni Ibotona (taruhon jual) yaitu kakak perempuan atau “ito” ataupun “namboru” dari silaki-laki yang menikah dan berhak menerima ulos si- Hutti Ampang .
Ke-empat pihak diatas baik yang ada dipihak perempuan maupun yang ada dipihak laki-laki yang akan menikah tersebut , jelas-jelas menjadi saksi perkawinan dan bertanggung-jawab secara moriil kepada perkawinan yang dipersaksikannya. Dalam perkawinan itu mau tidak mau , telah membuat mereka turut untuk menjaga keutuhannya serta menjadi bagian yang harus turut campur lebih dahulu jika perkawinan itu kelak ada mendapat permasalahan.
Dalam arti yang benar “marsibuah-buahi” adalah suatu lembaga pranikah dalam perkawinan adat batak. Lembaga pranikah yang mana harus dijalankan sebagai sarana saling mengenal secara berhadapan langsung antara pihak laki-laki dan kerabatnya maupun pihak perempuan bersama kerabatnya.
Jika dalam pranikah tersebut masih ada yang kurang maka acara adat selanjutnya yaitu pesta unjuk belum bisa dilanjutkan. Pemaksaan untuk melanjutkan acara selanjutnya tentu akan berakibat fatal sebab dalam acara pesta unjuk yang akan berperan adalah lembaga bius/pranata social dari seluruh masyarakat adat yang ada dan kekurangan tadi akan dikontrol oleh lembaga bius dimaksud dan dapat berujung pada hukuman atau dipermalukan oleh lembaga bius tersebut.
Sangatlah tepat jika seorang pria dengan seorang wanita yang akan menikah secara budaya adat batak, terlebih dahulu diperkenalkan kepada pranata yang diatur oleh suhi ni ampang naopat . Dengan demikian mereka yang akan menikah tersebut sudah mengenal dengan baik/familiar terhadap saksi-saksi perkawinannya dan mempunyai relasi komunikasi maupun emosional yang sudah terbina. Sayang perkawinan dikalangan orang batak saat ini menjadi terfokus hanya untuk mengikuti syarat protokoler dan formil praktis saja atau hanya mengurusi pemeran pranata suhi ni ampang saja tidak lagi hakekat yang terkandung dalam suhi ni ampang tersebut.
Suatu perkawinan dikalangan masyarakat Batak harus sekaligus meliputi perkawinan menurut hukum agama, hukum positif dan hukum adat dan untuk memenuhi ketiga unsur hukum tersebut sudah terasa bertele-tele,apalagi dilakukan dalam kurun waktu sehari penuh pada hari pelaksanaannya. Dahulu tentu hanya perkawinan adat saja yang dijalankan namun dalam kemajuan kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini mau tidak mau perkawinan tersebut harus sekaligus disahkan oleh agama , pemerintah dan adat.
Akibat adanya hubungan perkawinan adat maka menimbulkan hubungan pranata-pranata yang baru yaitu ;
Hula-hula sebagai sebutan bagi pranata yang menyerahkan siperempuan.
Boru sebagai sebutan bagi pihak penerima siperempuan.
Dongan Sabutuha sebutan bagi pranata yang semarga/marga yang sama .
Didalam perkembangan rumah tangga dari pria dan perempuan yang baru menikah tersebut selanjutnya dan terutama setelah mempunyai keturunan/anak akan muncul sebutan baru dari anaknya yaitu ;
Oppung artinya orang agung, yakni sebutan cucu kepada kakek neneknya.
Tulang sebutan untuk paman artinya pihak yang telah menyerahkan tulang rusuk bagi pria yang menikah karena si pria yang menikah telah mendapatkan pengganti tulang rusuknya yaitu istri yang dinikahinya tersebut.
Amangboru/Namboru artinya sebutan dari garis perempuan pada kaumnya sendiri yang sudah cukup mampu untuk dituakan, semisalnya telah menikah ataupun cukup dewasa.
Problema - problema social yang ada pada masyarakat batak modern sekarang , yang seakan-akan tidak lagi bersesuaian dengan adat istiadat tidaklah pula mutlak benar. Dalam hukum agama jelas telah mengatur dan meliputi hubungan manusia dengan Tuhannya dan hubungan sesama manusia maupun lingkungan alam dan sekitarnya. Namun harus mampu membedakan dalam hubungan apa, ada terjadi kontradiktif tersebut dan seakan terlihat berseberangan dengan agama.
Bukankah sudah jelas dalam setiap agama ada aturan yang mengatur urusan manusia dengan Tuhan dan aturan manusia dengan manusia. Aturan agama yang menyangkut urusan manusia dengan Tuhannya harus mutlak berlaku bagi penganut agama tersebut. Misalkan saja yang terdapat dalam agama Kristen yaitu Hukum Taurat dan Injil atau juga dalam agama Islam terdapat Rukun Iman dan Rukun Islam. Hubungan manusia dengan Tuhan mutlak mengutamakan hukum agamanya dan hukum hubungan manusia dengan penciptanya yang terdapat dalam budaya atau adat istiadat batak kuno harus mengikuti pencerahan dari agamanya masing-masing.
Persoalan yang pelik adalah hubungan sesama manusia dalam interaksi social yang mana senyatanya memang budaya batak kuno tersebut terasa tertinggal oleh kemajuan atas perkembangan manusia tersebut dalam peradaban modern sekarang. Perbedaan demikian wajib dicari solusi oleh setiap lembaga adat atau lembaga bius tersebut dan tentu tidak akan selalu sama pendekatan social yang dilakukan tergantung pada setiap permasalahan dan basis-basis laten yang ada dalam nilai-nilai adat batak.
Lembaga social/bius tersebut yang berwenang memutuskan setiap penyelesaian masalah tersebut. Sedangkan hubungan manusia dengan manusia maupun hubungan manusia dengan alam lingkungannya tentu mempunyai warna dimasing-masing komunitas masyarakat. Warna yang menjadi suatu kekayaan kebudayaan atau adat istiadat yang tentu beraneka ragam sesuai dengan tempat dan lingkungan yang ada.
Dengan adanya masuk pencerahan agama maka kebudayaan atau adat istiadat yang ada tersebut harus membukakan mata dan menerima pencerahan agama sebagai hakekat tujuan hidup manusia. Disatu sisi pencerahan agama tidak serta merta mengklaim bahwa kebudayaan dan adat istiadat adalah sesuatu yang telah menyimpang. Manusia menyadari kebudayaan atau adat istiadat timbul dari nilai yang baik dan rasa serta pemikiran yang terbaik pada masyarakat dan oleh karena hal itulah bisa terpelihara baik ditengah masyarakat.
Dalam keadaan zaman sekarang terkadang oleh karena adat istiadat itu sangat kental dengan manusia batak maka manusia batak yang tergolong telah melanggar nilai-nilai adat istiadat batak lebih cenderung memilih untuk mendiamkan dan menyimpan permasalahannya , baik karena rasa malu dan selanjutnya ditampung dengan penyelesaian oleh pranata pada masyarakat lainnya .
Secara manusiawi tidak ada pula agama yang boleh mengklaim agamanya lebih baik dari agama yang lain. Harus bisa dijadikan bahwa agama telah menjadi pencerahan bagi setiap budaya, sedangkan budaya dibuat manusia untuk mengatur sesama manusia. Budaya – budaya yang memang buruk bagi manusia haruslah mengalami pencerahan dari agama.
Seperti halnya adat batak yang menggaris utamakan anak laki-laki maka dalam perkembangan peradaban sekarang ini dan adanya kesetaraan antara laki-laki dan wanita, ternyata haruslah berhati- hati dalam setiap kepentingannya. Adat batak tidak bisa kaku harus maju kedepan sehingga mampu menampung setiap perkembangan yang ada disetiap masyarakat .
Pemikiran yang menganggap pelanggaran terhadap adat batak harus dibuang jauh-jauh atau tidak lagi diurusi oleh lembaga adatnya, tidak selalu lagi bisa dipertahankan. Dalam masyarakat batak diakui dan selalu dijalankan budaya berupa falsafah ; lain lubuk lain ikannya atau sidapot sulup do na ro atau adanya lembaga Tonggo Raja . Lembaga Tonggo Raja maupun Ria Raja adalah instrument demokrasi yang sudah lama ada. Hal ini dapat dijadikan sebagai lembaga yang menangani permasalahan - permasalahan yang belum diakomodir atau yang bertentangan dengan adat batak kuno sebagaimana timbulnya perkembangan ditengah masyarakat batak agamais sekarang.
Hal yang menarik dan menjadi tantangan saat ini oleh kemajuan dan kesibukan akan terdapat juga nantinya rumah tangga - rumah tangga yang mengalami perceraian. Dalam masyarakat batak secara umum seorang wanita yang telah diterima menikah dengan seorang pria dan sudah menjalankan adat maka siwanita tersebut menjadi keluarga si pria.
Segala tindak tanduknya harus membawakan nama dan kepentingan dari pihak si pria suaminya tersebut , terlihat sebagai konsekwensi dari system patrineal yang dianut. Padahal zaman sudah menuntut kesetaraan manusia dan menghapus perbedaan jender / gender / jenis kelamin bahkan sudah terjadi paradoks yang ada dalam adat istiadat karena tidak jarang saat ini ditemukan banyak wanita yang lebih sukses dari suaminya.
Akibat zaman yang maju saat ini dan membuat persoalan perceraian rumah tangga dimaksud maka yang ada banyak keluarga-keluarga demikian terpaksa terpinggirkan oleh pelayanan adat istiadat. Satu sisi hal itu dianggap untuk menegakkan dan melestarikan adat batak (setelah beragama) yang menganut keyakinan satu kali menikah sampai beranak dan bercucu dan hanya bercerai oleh kematian.
Kenyataan tidak semua rumah tangga bisa selamat sampai sedemikian rupa karena zaman telah membentuk keadaan lain dan keegoisan antara suami dan istri dapat saja memporak porandakan keluarganya. Secara umum hal itu akan tersisih dari komunitas adat istiadat pada kaum adatnya, padahal agama telahpun membuat dan mendahulukan bentuk pencerahan-pencerahan lain.
Sebaiknya hal-hal sedemikian harus terpisah, bukankah agama menjadi pribadi yang bertanggung jawab kepada Tuhannya, sedangkan adat bertanggung jawab kepada sesama manusia dalam lingkup komunitas adat tersebut. Jelas ada fase dan celah yang tidak tersambung dengan baik bahkan akan cenderung menjadi pembiaran namun itulah keunikannya, adat tidak otomatis menjadi urusan agama namun nilai agamanya harus masuk seluruhnya dalam budayanya.
Para tetua adat khususnya dalam budaya batak, pelaksanaan adat tidak pernah bisa dilakukan oleh kerabat-kerabat dalam saja , melainkan total menjadi urusan masyarakatnya melalui lembaga Bius. Para tetua adat yang tercakup dalam lembaga Bius yang nota bene adalah para tetua dalam masyarakat besar mewakili seluruh warga dan marga serta lembaga pemerintahan maka berkewajiban menampung perkembangan zaman .
MANJUJUNG TANDOK
Dapat juga kita perhatikan ke-empat nilai dimaksud diungkapkan saat seorang lahir dimana para handai tolan dari pada keluarganya akan datang menjenguk dalam suka cita karena telah lahir seorang manusia di komunitas masyarakat adat tersebut. Mereka datang menjenguk dengan membawa segala sesuatu yang patut untuk dihadiahkan dan khusus bagi derajat yang semarga dan derajat borunya akan selalu disertai dengan membawa beras dalam bakul atau babahul/tandok. Tandok adalah perangkat bakul yang bentuknya lebih kecil dan memanjang keatas namun dasarnya tetap mempunyai sudut empat buah. Artinya para penjenguk yang datang dengan membawa tandok menunjukkan adanya sukacita, kasih, harapan dan kebahagiaan atas peristiwa tersebut.
Bentuk tandok sekaligus melambangkan sesuatu tanda bantuan untuk memulai berdirinya sesuatu yang diharapkan, semisal adanya kelahiran yaitu adanya suatu permulaan kehidupan maka para penjenguk menyampaikan bantuannya dalam tandok tersebut ( sesuai kewajibannya yang telah ditentukan dalam garis adat ) demikian halnya dengan adanya perkawinan sebagai sesuatu dimulainya rumah tangga.
Dalam setiap hidup sesorang maka dengan menjalankan nilai-nilai universal yang terkandung dalam ke-empat sudut bakul dimaksud akan pula mencapai tujuan hidup yaitu : hamoraon/kekayaan, hagabeaon/punya keturunan dan hasangapon/harga diri. Begitu pula halnya disaat seorang meninggal dan telah berhasil dengan baik menjalankan dan mencapai ke-empat fungsi yang ditentukan oleh sudut bakul/ampang dimaksud atau saat sekarang ini diukur hanya oleh ukuran kwantitas pada keberhasilan seorang dalam membina rumah tangga dan mempunyai anak laki-laki dan perempuan yang telah berumahtangga atau telah mencapai derajat ”sahur matua” maka peranan ampang/bakul dalam istilah ”sanggul marata ” harus pula diperbuat.
SANGGUL MARATA
Sanggul Marata adalah instrument sekaligus sebagai simbol keberhasilan seseorang yang meninggal yang telah berhasil semasa hidupnya dalam menjalankan fungsi yang diartikan oleh ke-empat sudut bakul/ampang dimaksud. Pada saat ianya meninggal maka diperbuatlah dan dipertunjukkan pada khalayak ramai sesuatu yang disebut dengan ”sanggul marata” yaitu bakul/ampang yang berisikan : eme, gambiri , sangge-sangge, silanjuang (na rata dohot narara), sanggar, bulung ni jajabi, ompu-ompu, yang kesemua benda tersebut adalah simbol keberhasilan dari yang meninggal.
Disaat acara ”mardodon tua ” maka para anak cucu yang meninggal tersebut wajib pula menari/manottor dengan membawa ”sanggul marata” dimaksud berkeliling sambil menari/manottor kehadapan para khalayak yang ada. Para anak cucu itu menari/manottor dan bangga atas keberhasilan yang telah diperoleh oleh si-meninggal leluhur mereka tersebut.
Simbol-simbol yang dapat diartikan dan sesuatu yang bisa diperoleh dari tumbuhan dalam alam raya ini dan diartikan bahwa yang meninggal tersebut telah berhasil mencapai dan mewariskan kepada generasinya hal-hal berikut ;
- Eme (padi) sebagai arti telah mencapai taraf hidup yang baik cukup pangan dan sandang dan bibit-bibit yang demikian telah diwariskannya kepada anak cucunya.
- Gambiri (kemiri) mengartikan pada minyak artinya untuk mencapai taraf hidup yang baik harus memberi arti bagi masyarakat yang ada sehingga bisa meresap serta diterima dan tidak ditentang oleh pihak manapun.
- Sangge-sangge ( batang sereh/serai) artinya yang meninggal ini tahu dan mampu membuat obat dan menjaga kesehatan dirinya dan keturunannya.
- Silanjuang narata dohot narara (daun silanjuang/hanjuang yang hijau dan merah) mengartikan bahwa untuk mencapai taraf hidup yang baik perlu perjuangan dan kerja keras. Silanjuang narata/ hijau menyimbolkan pada perjuangan yang tenang dan teratur dan silanjuang narara/yang merah menyimbolkan perjuangan yang penuh liku dan kerja keras dan keberanian.
- Sanggar ( Pim-ping /ilalang yang ber-ruas) mengartikan bahwa kehidupan ini mempunyai grafik yang turun naik atas terpaan yang datang pada kita seperti sanggar yang diterpa angin akan turun naik mengayun-ayun.
- Bulung ni jajabi ( ranting atau daun beringin ) mengartikan keberhasilan dalam kehidupan harus untuk kesatuan keluarga dan masyarakat pada umumnya atau berguna untuk orang banyak.
- Ompu-ompu ( bunga bakung ) mengartikan bahwa yang meninggal telah mempunyai anak cucu dan apa-apa yang diperolehnya sangatlah baik dan indah untuk diteruskan oleh anak cucunya.
Demikian halnya dengan sanggul marata jelas bukanlah pengakuan atas illah yang lain hanyalah istrument adat dalam lingkup budaya untuk mengatur setiap manusia dalam masyarakat adatnya. Benda-benda yang ada dalam sanggul marata hanyalah simbol dan benda-benda itu telah dipilih masyarakat tradisionil batak pada zaman dahulu sebagai aksesoris budaya / alat yang memperindah kebudayaan. Benda-benda itu pula yang dipilih sebagai simbol yang cukup mewakili kepentingannya dalam adat istiadat dan yang tumbuh serta mudah ditemukan dilingkungan sekitar.
Tak perlu pula di era modernisasi saat sekarang ini merasa malu untuk melakukan atau mempraktekkan adat istiadat demikian . Hanya mungkin saja bakul atau ampang atau tandok perlu dipoles dengan balutan hasil teknologi yang bersesuaian, semisal diperindah dengan manik-manik atau sejenisnya. Jika saat ini adat istiadat banyak yang telah ditinggalkan adalah akibat konsekwensi kemanjuan peradaban nasional dan globalisasi. Berbagai kemajuan informasi telah membuat adat istiadat seakan ketinggalan jauh dan tidak lagi bersesuaian dengan zaman . Suatu anggapan yang keliru dan perlu kita luruskan.
Ungkapan yang mengatakan “ adat do ugari, sini-hathon ni Mulajadi, siradoton manipat ari, siulaon di siulubalang ari “ merupakan suatu pernyataan yang diterima dan diakui oleh seluruh masyarakat Batak. Artinya adat adalah hukum dan aturan yang harus dipelihara sepanjang hari dan dilaksanakan sepanjang hidup. Adat diterima sebagai suatu kewajiban agar perjalanan hidup pribadi, keluarga serta masyarakat berjalan dengan tenteram, tertib dan sejahtera.
Penghargaan demikian tinggi atas nilai-nilai yang baik dalam adat istiadat Batak membuat manusia Batak takut melanggarnya, takut tidak menjadi bagian manusia yang baik, takut dicap sebagai manusia tidak beradat. Sesuatu yang harus diartikan dalam konteks peradaban modern sekarang yang telah mengenal berbagai agama , namun tetap mempunyai penghargaan yang tinggi selaku manusia yang beradat, karena nilai-nilai yang terkandung dalam adat istiadat batak senyatanya banyak yang sejalan dan bernilai sama dengan yang diatur oleh nilai-nilai agama.
Thanks for reading & sharing FACE BATAK
0 komentar:
Posting Komentar