Secara geografis daratan pada sisi Pulau Samosir dimana persis dekat dengan kedua pulau ini disebut dengan Ke – Negeri - an Simanindo atau sekarang menjadi Kecamatan Simanindo.
Menurut cerita para orang tua nama Simanindo bermula dari cerita sebagai berikut ; Bahwa orang yang pertama datang ke daerah ini adalah Oppu Malau yaitu nenek moyang Malau yang memulai dan pertama membuka perkampungan atau Huta ditempat tersebut dan perkampungan itu disebut namanya dengan Huta Malau.
Setelah Oppu Malau tinggal di daerah tersebut sekian lama maka tempat tersebut berkembang dan berdatangan pula marga Malau dan marga lainnya. Dengan semakin banyaknya orang - orang yang datang kesana dan perkembangan itu telah membuat daerah tersebut semakin dikenal diseluruh penjuru Pulo Samosir.
Catatan :
Setelah sekian lama Oppu Malau berada disana ( Huta Malau ) maka disuatu hari Oppu Malau ada melihat kepulan asap diarah sebelah selatan atau daerah Simanindo sekarang sehingga membuat Oppu Malau tertarik untuk mendatangi tempat kepulan asap yang dilihatnya tersebut. Untuk itu Oppu Malau pergi mendatangi dan mencari tempat asap yang dilihatnya tersebut yang mana terlihatnya disekitar perbukitan Simanindo sekarang / dolok ni Simanindo (huta Ginjang).
Setelah pertemuan tersebut maka dibuatlah perjanjian / padan antara Oppu Malau dengan orang bermarga Sidauruk tersebut yaitu ;
Batas ni tano na naeng ulaon ni akka jolma na ro tu Simanindo ima mulai sian holang - holang ni Pulo ma , marbatasan sahat tu Sakkal.
Hal ini berarti bahwa tanah yang akan diusahakan oleh orang-orang yang datang kedaerah Simanindo adalah garis pantai dari pada celah antara kedua pulau sampai kearah Sakkal, sedangkan yang akan diusahakan oleh orang-orang yang datang ke Huta Malau adalah dari garis pantai pada celah kedua pulau sampai ke Uratbosi terus ke Pangururan.
Dengan demikian berarti Pulo Tao adalah bagian yang harus dikelola oleh orang-orang yang datang ke Huta Malau, oleh karena itu maka salah satu pulo tersebut adalah milik marga Malau. Pulau itupun disebut disebut dengan nama Pulo Malau yaitu pulau yang berada pada garis pantai celah dari kedua pulau ke arah Pangururan.
Pada masa penguasaan Belanda, Pulo Malau tersebut tanpa sengaja dirubah namanya menjadi Pulo Tao. Perubahan mana secara alami disebabkan ketidak sengajaan dari berbagai kalangan. Penyebab utama karena di Pulo Malau tersebut oleh tentara Belanda telah mendirikan suatu pompa air yang digerakkan oleh tenaga angin/baling-baling ( dalam bahasa Batak sering dikatakan orang; ‘ dibahen Bolanda ma di pulo i pior-pior ‘ ).
Dengan adanya pembangunan pior-pior disana maka dalam kesehariannya sering dalam komunikasi dan pertanyaan –pertanyaan yang timbul ditengah masyarakat untuk menanyakan dipulo yang manakah dibangun pior-pior dan juga adanya unsur ketakutan dalam hal penonjolan suatu marga pada masa itu.
Sedemikian adanya pemerintahan Republik
Kemudian dimasa kemerdekaan RI timbul kemudian oleh salah seorang anak Kepala Nagari tersebut yang telah pula menyelesaikan sekolahnya dengan baik serta kemudian bisa menjadi seorang Komisaris. Komisaris tersebut bernama Komisaris Polisi bernama Humpul Pane Sidauruk . Beliau adalah Komisaris Polisi yang bertugas di daerah Medan. Beliau kemudian terdorong hatinya untuk mengembangkan Pulo menjadi tempat wisata dan oleh karenanya beliau membangun rumah dan objek wisata di pulo tersebut.
Saat ini abad 21 di Pulo Tao tersebut, telah lama terdapat ada Hotel berbintang namun penulis tidak mengetahui jelas perkembangan penguasaan pulo tersebut saat ini , apakah menjadi asset PemDa ataukah menjadi asset salah satu marga. Hal ini tentu perlu pelurusan sejarah mengingat pada Pulau Samosir yang telah menjadi suatu kotapraja tersendiri berupa kabupaten yaitu Kabuten Samosir.
Sangat tragis memang jika membiarkan sejarah dilupakan begitu saja dan lebih tragis jika para pewaris sejarah dalam hal ini keturunan Malau Raja tidak mengetahui sejarah Pulau Malau tersebut. Sehingga dengan tanpa sengaja telah membiarkan pihak lain menguasai dan mengambil Pulau Malau tersebut tanpa alasan yang benar dan tepat , apalagi mengambilnya dengan meniadakan sejarah yang sebenarnya. Untuk daerah dataran Pulau Samosir tidak banyak pula kampung / huta yang memakai nama kampung/huta sesuai dengan nama marga yang dominant tinggal disana. Seperti Huta Malau misalnya adalah huta yang mana marga Malau sebagai warga yang dominat tinggal disana pada saat dahulu kala, walaupun disaat sekarang tentu sudah berbeda.
Nama Huta/Kampung yang namanya sama dengan warga yang dominat tinggal disana menandakan bahwa marga tersebutlah pemilik hak adat/ulayat atas daerah tersebut. Demikian halnya maka marga tersebut pula yang menjadi Raja Huta untuk daerah tersebut.
Jika diperhatikan untuk daerah ke-negeri-an Simanindo maka huta/Kampung yang mempunyai nama dan yang sesuai dengan marga yang mayoritas tinggal di huta/kampong tersebut tidak terdapat banyak selain dari Huta Malau. Nama Huta di ke-negeri-an Simanindo rata-rata merupakan menggunakan nama yang sesuai dengan keadaan dan sifat lingkungan alam yang ada di huta tersebut. Sebagai contoh : sosor bulu karena banyak terdapat disana Bambu/bulu, Lumban batu ; karena terdapat banyak batu-batuan, lumban rihit ; karena banyak terdapat pasir dan nama lain sebagainya.
Hal demikian tentu sangat berkaitan dan dengan tegas pula untuk mengartikan bahwa daerah ke-negeri-an Simanindo pada awalnya dimasuki oleh orang bermarga Malau. Hanya orang bermarga Malau pula yang berhak untuk menggunakan nama marganya sebagai nama hutanya/kampungnya.
Keadaan ini tentu sangat dapat diartikan bahwa orang-orang sejak dahulu kala sangat menghormati marga Malau sebagai orang dan marga yang pertama-tama ada di ke-negeri-an Simanindo. Penghormatan demikian telah membuat pihak marga lain yang cukup bervariasi ada terdapat di ke-negeri-an Simanindo tidak ada yang bertindak membuat nama marganya sebagai nama hutanya/kampungnya.
Bagaimana halnya dengan nama Pulau Malau atau Pulau Tao, bagaimana mungkin hal ini bisa menjadi pulau yang menjadi milik marga lain. Hal ini jelas tidak sesuai dengan sejarah nyata yang sebenarnya, tentu telah terjadi penyimpangan sejarah, baik disengaja maupun tidak disengaja.
Kewajiban dari keturunan marga Malau yang ada sekarang inilah untuk mencari tahu dan harus bertanggung jawab mengembalikan kebenaran sejarah yang sebenarnya. Generasi Malau sekarang harus mempunyai tanggung jawab moriil bagi leluhurnya jika kesalahan sejarah yang terjadi sekarang dibiarkan begitu saja terjadi.
Bahkan pembiaran itu akan berakibat fatal karena kesalahan sejarah yang sudah terjadi sekarang menjadi alat sejarah baru pula untuk menghilangkan sejarah yang sebenar-benarnya. Generasi baru pada masa berikutnya akan tidak lagi tahu sejarah yang sebenar-benarnya dan atau akan melupakannya pula.
Belakangan ini atas prakarsa dari beberapa keturunan Simarata/Guru Tetea Bulan khususnya dari pihak marga Malau, penulis ketahui sedang berupaya menelusuri sejarah pulo Tao atau Pulo Malau tersebut dan berupaya terus untuk mengetahui dan mencari eksistensi dan sejarah Pulo Malau tersebut. Tentu upaya tersebut bukan untuk mengejar asset semata melainkan untuk menegakkan kebenaran sejarah dan memegang teguh kebenaran sejarah agar dijaga dan dilestarikan sesuai sejarah yang benar-benar pernah terjadi sebagaimana adanya.
Keturunan Simarata/Guru Tetea Bulan bahkan lebih jauh lagi telah melakukan upaya hukum dengan mengajukan gugatan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara. Gugatan dimaksud guna mendapatkan kepastian hukum atas alas hak apa dan dasar hukum apa keuasaan yang ada dalam penguasaan pulau dimaksud saat sekarang ini .
Apalagi penguasaan tersebut dilakukan oleh marga yang bukan Malau Raja diatas Pulau Tao atau Pulo Malau tersebut. Upaya tersebut telah dilakukan dan diajukan kelompok marga-marga yang tergabung dalam Paguyuban Parik Sabungan.
Semoga langkah ini menjadi pemicu kepedulian bagi keturunan Simarata khusunya warga Malau untuk tetap berjuang atas kebenaran sejarah bahwa Pulau Malau adalah milik warga Malau. Semoga berjaya dan semoga tegaknya suatu kebenaran dapat terlihat dalam upaya itu, karena kebenaran itu hanyalah satu. Tidak lain pula sejarah mutlak haruslah dikatakan dengan yang sebenarnya. Hanya orang yang bijaksana yang mau menjaga dan memelihara sejarah.
Thanks for reading & sharing FACE BATAK
0 komentar:
Posting Komentar