- MALAU LAMBE
Marga Malau dengan marga adik-adiknya selalu tinggal dan hidup bersama dalam suatu huta, terlebih-lebih di Rianiate dan Pangururan dimana ada Malau maka terdapat juga marga Manik, Ambarita dan Gurning disana. Mereka tidak hanya tinggal dalam satu huta bahkan ada yang satu rumah.
Adalah seorang bermarga Malau yang tinggal satu rumah dengan marga Manik dan istri mereka baru sama-sama melahirkan seorang anak laki-laki.
Hal ihwalnya oleh karena sesuatu penyakit ternyata anak SiMalau meninggal, alangkah sedihnya istri SiMalau dan kematian anaknya tersebut tidak pula di beritahukannya. Entah karena rasa takutnya kepada SiMalau atau bisikan - bisikan setan yang merasukinya, istri SiMalau malahan menukarkan anaknya yang telah meninggal tersebut dengan anak SiManik saat istri SiManik meninggalkan anaknya sendiri di bale tidur untuk pergi mandi - martapian.
Alangkah kagetnya istri SiManik sekembalinya ke bale tidurnya melihat anak yang berada disana telah meninggal dan ia tidak yakin kalau anak yang berada dibale tidur itu anaknya sebab tadi anaknya masih hidup.
Dengan bijaksana Raja membuat cara untuk menentukan dan menyelesaikan anak siapa yang masih hidup dan anak siapa kah yang meninggal dan anak yang masih hidup diambilnya sementara dan anak yang sudah meninggal di kuburkan.
Istri SiMalau dan istri Simanik harus dihukum untuk menggendong sebuah Gordang (sejenis tabung) yang didalamnya telah masuk seorang tua / pengetua adat secara rahasia.
Dimulai dengan memberikan giliran pertama kepada istri SiManik yang pada saat itu dianggap sebagai pemula keributan. Istri SiManik maju ke tengah halaman kemudian memanggul gordang tersebut dan berjalan menuju puncak Pusuk Buhit.
Sepanjang jalan ke dolok Pusuk Buhit istri SiManik sangat tabah atas hukuman tersebut dan dalam sungut-sungutnya yang didengar oleh orang tua yang ada dalam gordang kira-kira demikian ; “ Ale Mulajadi Nabolon ( Ya Tuhan Sang Pencipta ) lihatlah penderitaan hambamu ini, dan kuatkanlah saya dalam menjalani hukuman ini, karena untuk mendapatkan kembali anak saya, apapun saya akan lakukan bahkan untuk mati sekalipun”.
Orangtua yang berada didalam gordang tersebut jelas mendengar keluh kesah istri SiManik dan mengingatnya baik-baik, kemudian istri SiManik dapat menyelesaikan perjalanan tersebut dan kembali ke halaman huta. Giliran berikutnya adalah istri SiMalau, dan ianyapun pergi memanggul gordang dengan orang tua yang semula tetap didalam dan berjalan ke dolok Pusuk Buhit.
Sepanjang perjalanan yang berat tersebut diapun ternyata mengeluh juga dan orang tua dari dalam gordang mendengar keluhan istri SiMalau dengan baik-baik. Keluhan itu demikian ; Eh, tahe ! Holan alani roha-rohaku gabe hutaon nasongonon, anakhonku do nian na mate hape hugantion tu anakni SiManik gabe nitaon huhuman nasongonon ;
( Ya, ampun, hanya karena hasrat hatiku jadi kualami penderitaan seperti ini, anakkulah yang meninggal lalu kugantikan dengan anaknya si Manik jadi kujalani hukuman seperti ini).
Demikianlah keluhan dari pada istri Si Malau, dan ia dapat menyelesaikan hukumannya dan kembali ke tengah halaman huta.
bahwa anak yang masih hidup itu adalah anak SiManik dan anak itupun diserahkannya kepada istri Si Manik.
Kemudian SiMalau dan istrinya dihukum oleh Raja dengan digiring ketengah pasar besar dengan dipakaikan suatu tanda. Dipasar itu sudah dibuat suatu tempat sedemikian rupa, diberikan lumpur yang banyak cacing dan lintah dan dengan pengumuman orang ini telah bersalah.
Hukuman tersebut dikenakan tanda atau dikepalanya diberikan Daun Pucuk Enau, daun pucuk enau inilah yang disebut lambe.
Demikianlah asal muasal adanya Malau Lambe yaitu keturunan Malau yang mendapat hukuman memakai lambe-lambe dan diarak ketengah pasar dan dimasukkan kedalam tempat yang berlumpur penuh cacing dan lintah. ( CERITA INI DISADUR DARI ORANGTUA)
Thanks for reading & sharing FACE BATAK
0 komentar:
Posting Komentar