BATAK NETWORK - Horas! Artikel yang akan kita bahas dan diskusikan kali ini berjudul "Zona Halal di Tanah Haram" yang ditulis oleh Benardo Sinambela - Siporsuk Na Mamora, dari situs benardosinambela.id. Sangat menarik sekali untuk di ulas. Lebih lanjut simak di bawah ini.
Danau Toba - Ilustrasi by benardosinambela.id |
Zona Halal di Tanah Haram
Ada yang aneh dan sangat-sangat melukai hati, itu akibat dari wacana salah seorang pejabat Provinsi Sumatera Utara mengenai zonasi halal dengan alasan agar para wisatawan penikmat makanan "halal" dalam katergori Agama tertentu kedepannya mendapat jaminan kepastian makanan dan minuman yang dimakan tidak mengakibatkan mereka ber-dosa.
Kok makanan bisa memberi dosa ya? Aneh sekali, apakah manusia-manusia seperti itu tidak punya mata dan pikiran? Sehingga perlu dibuat zona yang notabanenya akan memperbesar ruang perbedaan antara aku dan kamu. Artinya kita semuakan bisa melihat dan memilih lalu memutuskan mana makanan yang bisa dan tidak bisa kita makan, itu urusan pribadi masing-masing sajalah, semua bisa mikir kok, gak usah di zona-zonain.
Pembuatan zonasi ini tidak sesuai dengan semangat pembangunan pariwisata Danau Toba, itu melenceng kawan, kita ingin menjual keindahan, kenyamanan dan kegembiraan serta kepastian kebahagiaan untuk para pengunjung kedepannya, bukan untuk menjual "sorga" atau memastikan orang yang berkunjung kesana tidak menambah “dosa”-nya dengan makan-makanan jualan rakyat.
Ini semacam pemaksaan yang terstruktural, ya kalau mau mengembangkan wisata, silahkan saja eksplor keindahannya, kearifan budayanya dan kulinernya, itu yang mau kita jual. Bukan mau menciptakan ruang pemisah antara masyarakat yang selama ini hidup disana berdampingan dan harmonis menjadi terbelah dengan pemahaman konyol seperti itu.
Kok pejabat Sumatera Utara seperti ini serasa mengajari anak bayi makan aja ya? Dikasih pisang, dikuliti lalu di masukkan kemulutnya, itupun anak bayi masih tau mana makanan yang enak atau tidak, kalu gak enak paling-paling dibuang. Aneh sekali, kepada wisatawan kok perlakuan seperti itu? Emang mereka tak tau mana yang baik untuk dikonsumsi agar tidak menambah dosa? Aneh kau ini pejabat, kok fanatismemu kau bawa-bawa ke Danau Toba? Mengganggu bangat itu, hilang rasa optimis ke-Bangsa-an ku melihat kinerja seperti itu.
Aku tidak persoalkan apa yang pejabat ini yakini, tapi jangan paksakan itu untuk diterapkan di tanah yang mayoritas dimiliki, diusahai dan ditempati para kaum yang tidak se-keyakinan dengan label “halal” itu, tak lakupun tak apa-apalah. Lihat dong dengan lebih dekat, kita beradat saja masih membaur kok, makanpun di pesta adat masih sering bersamaan, kok malah strategi pembangunan wisata nasional seperti itu dimanfaatkan untuk memberi jarak antara masyarakat dengan kekuatan jabatan yang mereka punya?
Halal itu yang bersih, sehat, bergizi dan enak. Tak ada makanan yang sejak kelahirannya diharamkan oleh Tuhan. Manusia yang membuatnya jadi haram, menerka-nerka indikator yang tepat untuk jalan mulus ke sorga.
Berfikirlah untuk menata, bukan membunuh mata pencaharian rakyat kecil dengan melempar isu sektarian seperti itu. Mau dikemanakan para peternak babi kelak? Trus, para pedagang makanan yang non-muslim yang berjualan selama ini mau dikasih lebel agar tidak boleh jualannya di beli dengan alasan “haram” atau diusir dari zona “halal” itu? Bah... Hebat sekali konsep pejabat ini ya?
Lama-lama, kopi Lintong yang dimasak namboruku juga nanti kau bilang Haram karena dia beragama lain dari yang kau anut, supaya mpok mu yang satu keyakinan dengan mu bisa berjualan kopi impor dan dapat untung gede dari sana, akhirnya penduduk lokal hanya sebagai penonton. Politik ekonomi bisa-bisa aja, tapi jangan bawa-bawa Agama ya.
Sadarlah kalau tanah itu milik rakyat setempat, orang-orang yang kau cap nantinya menjual makanan "haram" hanya karena tidak se-keyakinan dengan anda. Selama ini juga pedagang disana hidup berdampingan, saling berbagi pengalaman. Mau yang jualan saksang, ayam ataupun daging kuda rendang sampai daging kerbau rendang sama-sama akur, tentram dan damai.
Kopi itu akan tetap berwarna hitam dan terasa pahit dimanapun, jadi jangan buat kehidupan rakyat lokal yang sudah hitam dan pahit selama ini semakin hitam dan pahit setelah adanya proyek destinasi wisata nasional ini.
Oleh: Benardo Sinambela - Siporsuk Na Mamora
Sumber: benardosinambela.id
Thanks for reading & sharing FACE BATAK
0 komentar:
Posting Komentar