PERNIKAHAN
Batak Toba memiliki berbagai upacara, seperti Martonggo Raja, Martumpol, Pernikahan, dsb. Salah satu yang akan dibahas ialah pernikahan. Pernikahan dalam adat kebudayaan dalam adat kebudayaan Batak-Toba mengabut hukum Eksogami (Perkawinan di luar kelompok suku tertentu). Ini terlihat dalam kenyataan bahwa dalam masyarakat Batak-Toba: Orang tidak mengambil isteri dari kalangan kelompok marga sendiri (Namariboto), perempuan meninggalkan kelompoknya dan pindah ke kelompok suami (Patrilineal) dengan tujuan untuk melestarikan galur suami di dalam garis lelaki. Hak tanah, milik dan jabatan hanya dapat diwarisi oleh garis laki-laki.
Ada 2 ciri utama perkawinan ideal dalam masyarakat Batak-Toba, yakni (1) berdasarkan Rongkap ni tondi (jodoh) dari kedua mempelai dan (2) Mengandaikan kedua mempelai memiliki Rongkap ni gabe (kebahagiaan, kesejahteraan) dan demikian mereka akan dikaruniai banyak anak.
Berdasarkan jenisnya ritus atau tata cara yang digunakan, perkawinan adat Batak Toba dibagi menjadi 3 (tiga) tingkatan :
1. Unjuk >> Ritus perkawinan yang dilaksanakan berdasarkan semua prosedur adat Batak Dalihan Na
Tolu. Inilah yang disebut sebagai tata upacara ritus perkawinan biasa (unjuk)
2. Mangadati >> Ritus perkawinan yang dilaksanakan tidak berdasarkan adat Batak Dalihan Na Tolu,
sehingga pasangan yang bersangkutan mangalua atau kawin lari, tetapi ritusnya sendiri dilakukan
sebelum pasangan tersebut memiliki anak
3. Pasahat sulang-sulang ni pahoppu >> Ritus perkawinan yang dilakukan di luar adat Batak Dalihan
Na Tolu, sehingga pasangan bersangkutan mangalua dan ritusnya diadakan setelah memiliki anak.
Tahapan Perkawinan Adat Batak Toba
1. Peranakkon Hata
Peranakkon Hata artinya menyampaikan pinangan oleh paranak (pihak laki-laki) kepada parboru
(pihak perempuan). Pihak perempuan langsung memberi jawaban kepada 'Suruhan' pihak laki-laki
pada hari itu juga, dan pihak yang disuruh paranak panakkok hata masing-masing satu orang
dongan tubu, boru, dan dongan sahuta.
2. Marhusip
Marhusip artinya membicarakan prosedur yang harus dilaksanakan oleh pihak paranak sesuai
dengan ketentuan adat setempat (ruhut adat di huta i) dan sesuai dengan keinginan parboru
(pihak perempuan). Pada tahap ini yang dibicarakan hanyalah hal-hal yang berhubungan dengan
marhata sinamot dan ketentuan lainnya. Pihak yang disuruh marhusip ialah masing-masing satu
orang dongan tubu, boru-tubu, dan dongan-sahuta.
3. Marhata Sinamot
Marhata Sinamot ialah membicarakan sinamot dan jambar sinamot. Pihak yang ikut marhata
sinamot adalah masing-masing 2-3 orang dari dongan-tubu, boru dan dongan-sahuta. Mereka tidak
membawa makanan apa-apa, kecuali makanan ringan dan minuman.
4. Mapudun Saut
Marpudun Saut artinya merealisasikan apa yang dikatakan dalam Paranak Hata, Marhusip dan
Marhata Sinamot. Semua yang dibicarakan pada ketiga tingkat pembicaraan sebelumnya
disimpulkan menjadi satu untuk selanjutnya disahkan oleh natua-tua adat. Dalam Marpudun saut
sudah diputuskan segala keperluan pernikahan seperti tempat upacara, tanggal upacara, ketentuan
mengenai Ulos yang akan digunakan, ketentuan mengenai Ulos-ulos kepada pihak paranak, dan
ketentuan tentang adat. Setelah semua itu diputuskan dan disahkan oleh pihak paranak dan parboru,
maka tahap selanjutnya adalah menyerahkan bohi ni Sinamot (Uang muka maskawin) kepada
parboru sesuai dengan yang dibicarakan. Setelah itu diadakan makan bersama dan pembagian
jambar.
5. Unjuk
Semua upacara pernikahan harus dilakukan di halaman pihak perempuan, dimanapun upacara
dilangsungkan. Berikut adalah tata geraknya:
* Memanggil liar ni Tulang ni boru muli dilanjutkan dengan menentukan tempat duduk (Mengenai
tempat duduk di dalam upacara pernikahan diuraikan dalam Dalihan Na Tolu.
* Mempersiapkan makanan
* Paranak memberikan Na Margoar Ni Sipanganon dari parjuhut horbo
* Parboru menyampaikan dengke (Ikan, biasanya ikan mas)
* Doa makan
* Membagikan Jambar
* Marhata Adat
* Pasahat Sinamot dan Todoan
* Mangulosi
* Padalan Olopolop
6. Tangiang Parujungan
Doa penutup pertanda selesainya upacara perkawinan adat Batak Toba.
MAMAHOLI
Mamaholi disebut manomu-nomu yang maksudnya adalah menyambut kedatangan (kelahiran) bayi yang di nanti-nanti kan itu. Disamping itu juga dikenal istilah lain untuk tradisi ini sebagai mamboan aek ni unte yang secara khusus digunakan bagi kunjungan dari keluarga Hula-hula/ Tulang.
Pada hakikatnya tradisi Mamoholi adalah sebuah bentuk nyata dari kehidupan masyarakat Batak tradisional di Bona Pasogit yang saling bertolong-tolongan (Masiurupan). Seorang ibu yang baru melahirkan di kampung halaman, mungkin memerlukan istirahat paling tidak 10 hari sebelum dia mampu mempersiapkan makanannya sendiri. Dia masih harus berbaring di dekat tungku dapur untuk menghangatkan badannya dan disegi lain dia perlu makanan yang cukup bergizi untuk menjamin kelancaran air susu (ASI) bagi bayinya.
Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu, maka saudara-saudara sekampung akan secara bergantian dari hari ke hari berikutnya mempersiapkan makanan bagi si ibu berupa nasi, lauk daging ayam atau ikan (Na Tinombur), jenis sayuran yang dipercaya membantu menambah produksi ASI (seperti bangun-bangun) dan lain-lain. Selain makanan siap saji, ada juga keluarga-keluarga yang membawa bahan makanan dalam bentuk mentah seperti beras, ayam hidup, ikan hidup dan yang lebih mentah lagi dalam bentuk uang. Sehingga paling sedikit untuk dua atau tiga bulan berikutnya si ibu yang baru melahirkan itu tidak perlu khawatir akan makanan yang ia butuhkan untuk merawat bayinya sebaik-baiknya sampai ia kuat untuk melakukan tugas-tugas kesehariannya.
Kunjungan pihak Hula-hula/ Tulang untuk menyatakan sukacita dan rasa syukur mereka atas kelahiran cucu itu adalah sesuatu yang khusus. Mungkin mereka akan datang beberapa hari setelah kelahiran bayi itu dalam rombongan lima atau enam keluarga yang masing-masing mempersiapkan makanan bawaannya, sehingga dapat dibayangkan berapa banyak makanan yang tersedia sekaligus.
Untuk menyambut dan mengormati kunjungan Hula-hula itu maka tuan rumah pun mengundang seluruh keluarga sekampungnya untuk bersama-sama menikmati makanan yang dibawa oleh rombongan Hula-hula itu. Setelah makan bersama, anggota rombongan Hula-hula akan menyampaikan kata-kata doa restu semoga si bayi yang baru lahir itu sehat-sehat, cepat besar dan dikemudian hari juga diikuti oleh adik-adik laki-laki maupun perempuan.
KEMATIAN
Upacara adat kemtian semakin sarat mendapat perlakuan adat apabila orang yang mati :
1. Telah berumah tangga namun belum mempunyai anak (Mate Di Paralang-alangan/ Mate Punu)
2. Telah berumah tangga dengan meninggalkan anak-anaknya yang masih kecil (Mate Mangkar)
3. Telah memiliki anak-anak yang sudah dewasa, bahkan sudah ada yang kawin, namun belum bercucu
(Mate Hatungganeon)
4. Telah memiliki cucu, namun masih ada anaknya yang belum menikah (Mate Sari Matua)
5. Telah bercucu tidak harus dari semua anak-anaknya (Mate Saur Matua)
Mate Saurmatua menjadi tingkat tertinggi dari klasifikasi upacara, karena mati saat semua anaknya telah berumah tangga. Memang masih ada tingkat kematian tertinggi diatasnya, yaitu Mate Saur Matua Bulung (Mati ketika semua anak-anaknya telah berumah tangga, dan telah memberikan tidak hanya cucu, bahkan cicit dari anaknya laki-laki dan dari anaknya perempuan). Namun keduanya dianggap sama sebagai konsep kematian ideal (Meninggal dengan tidak memiliki tanggungan anak lagi).
MANGAPULI
Kegiatan Mangapuli dalam Adat Batak adalah memberikan penghiburan kepada keluarga yang sedang berdukacita. Hanya saja Mangapuli tidak dilakukan secara asal-asal, semua ada prosedurnya dan prosedur ini erat hubungannya dengan Adat Batak Toba. Kita dan Pihak Keluarga datang membawa makanan, minuman untuk dimakan bersama-sama dirumah duka. Keluarga yang berduka sama sekali tidak direpotkan dengan makanan namun cukup menyediakan piring-piring dan air putih saja.
Dan pihak keluarga yang berduka juga biasanya menyampaikan terimakasih kepada orang-orang yang sudah datang memberikan penghiburan (dukungan moril) kepada keluarga yang ditinggalkan yang biasa disebut Mangampu Hasuhuton.
UPACARA ADAT BATAK TOBA
1. Upacara Adat Mangirdak atau Mangganje atau Mambosuri Boru (Adat tujuh bulanan)
Upacara Adat Mangirdak adalah upacara yang diterima oleh seorang ibu yang usia kandungannya
tujuh bulan. Dalam suku Batak apabila seorang putra Batak menikah dengan seorang perempuan
baik dari suku yang sama maupun yang beda, ada beberapa aturan atau kebiasaan yang harus
dilaksanakan. Sebagai contoh, seorang putra Batak yang bermarga Pardede menikah maka sudah
merupakan kebiasaan jika orangtua dari istri disertai rombongan dari kaum kerabat datang
menjenguk putrinya dengan membawa makanan ala kadarnya ketika menjelang kelahiran, hal
kunjungan ini disebut dengan istilah Mangirdak (Membangkitkan Semangat). Makna spiritualitas
yang terkandung adalah kewibawaan dari seorang anak laki-laki dan menunjukkan perhatian dari
orangtua si perempuan dalam memberikan semangat. Pihak keluarga membawa makanan seperti
ikan mas dan nasi untuk diberikan kepada ibu yang mengandung dengan harapan anak yang
dilahirkan sehat begitu pula ibunya yang melahirkan.
2. Upacara Pemberian Ulos Tondi
Ada juga kerabat yang datang itu dengan melilitkan selembar Ulos yang dinamakan Ulos Tondi
(Ulos yang menguatkan jiwa ke tubuh si putri dan suaminya). Pemberian Ulos ini dilakukan setelah
acara makan. Makna spiritualitas yang terkandung adalah adanya keyakinan bahwa pemberian Ulos
ini dapat memberikan ataupun menguatkan jiwa kepada suami istri yang baru saja mempunyai
kebahagiaan dengan adanya kelahiran.
3. Upacara Adat Mangharoan
Upacara Adat Mangharoan (dibaca : Makkaroan) adalah upacara adat yang dilaksanakan setelah
dua minggu kelahiran bayi untuk menyambut kedatangan bayi tersebut dalam keluarga tersebut.
4. Upacara Adat Martutu Aek
Upacara Adat Martutu Aek adalah upacara adat pemberian nama kepada bayi. Namun, pada saat
ini upacara ini sudah tidak dilakukan lagi karena dianggap tidak sesuai dengan ajaran agama.
5. Upacara Adat Marhajabuan
Upacara Adat Marhajabuan adalah upacara adat pernikahan sesuai dengan Adat Batak Toba,
Marhajabuan (Berumah Tangga) artinya setiap masyarakat Batak yang akan berumah tangga atau
menikah harus melalui sebuah pesta adat tidak boleh hanya di baptis di gereja atau hanya sekedar
akad nikah. Acara ini akan dihadiri oleh seluruh sanak keluarga dari pihak pria maupun wanita dan
diadakan pemberian Ulos kepada pasangan yang menikah.
6. Upacara Adat Manulangi
Upacara Adat Manulangi adalah upacara adat yang diberikan kepada orang tua yang lanjut
usianya
dengan menyuapi/ menyulangkan makanan kesukaan atau makanan yang terbaik oleh anak dan
cucunya.
7. Upacara Adat Hamatean
Upacara Adat Hamatean adalah Upacara Adat Kematian saat seseorang Batak meninggal
disesuaikan dengan Adat Batak Toba apakah adat yang akan dibuat jika seseorang meninggal
sebagai Sari Matua, Saur Matua, Maulibulung, dan lain-lain.
8. Upacara Adat Mangongkal Holi
Upacara Adat Mangongkal Holi adalah upacara adat penggalian tulang belulang orang tua yang
telah meninggal untuk dimasukkan ke dalam tugu (Monumen untuk menghormati orang yang
meninggal).
Batak | Cerita Batak | Sejarah Batak | Batak Pakpak | Batak Toba | Batak Karo | Batak Mandailing | Batak Simalungun | Batak Angkola | Sejarah Batak | Lagu Batak | Perkawinan Batak | Pernikahan Batak | Adat Batak | Tentang Batak | Foto Batak | Tarian Batak | Pakaian Batak | Ulos Batak | Artikel Batak | Kami Batak
Adat Dalam Pernikahan Batak Toba |
Ada 2 ciri utama perkawinan ideal dalam masyarakat Batak-Toba, yakni (1) berdasarkan Rongkap ni tondi (jodoh) dari kedua mempelai dan (2) Mengandaikan kedua mempelai memiliki Rongkap ni gabe (kebahagiaan, kesejahteraan) dan demikian mereka akan dikaruniai banyak anak.
Berdasarkan jenisnya ritus atau tata cara yang digunakan, perkawinan adat Batak Toba dibagi menjadi 3 (tiga) tingkatan :
1. Unjuk >> Ritus perkawinan yang dilaksanakan berdasarkan semua prosedur adat Batak Dalihan Na
Tolu. Inilah yang disebut sebagai tata upacara ritus perkawinan biasa (unjuk)
2. Mangadati >> Ritus perkawinan yang dilaksanakan tidak berdasarkan adat Batak Dalihan Na Tolu,
sehingga pasangan yang bersangkutan mangalua atau kawin lari, tetapi ritusnya sendiri dilakukan
sebelum pasangan tersebut memiliki anak
3. Pasahat sulang-sulang ni pahoppu >> Ritus perkawinan yang dilakukan di luar adat Batak Dalihan
Na Tolu, sehingga pasangan bersangkutan mangalua dan ritusnya diadakan setelah memiliki anak.
Tahapan Perkawinan Adat Batak Toba
1. Peranakkon Hata
Peranakkon Hata artinya menyampaikan pinangan oleh paranak (pihak laki-laki) kepada parboru
(pihak perempuan). Pihak perempuan langsung memberi jawaban kepada 'Suruhan' pihak laki-laki
pada hari itu juga, dan pihak yang disuruh paranak panakkok hata masing-masing satu orang
dongan tubu, boru, dan dongan sahuta.
2. Marhusip
Marhusip artinya membicarakan prosedur yang harus dilaksanakan oleh pihak paranak sesuai
dengan ketentuan adat setempat (ruhut adat di huta i) dan sesuai dengan keinginan parboru
(pihak perempuan). Pada tahap ini yang dibicarakan hanyalah hal-hal yang berhubungan dengan
marhata sinamot dan ketentuan lainnya. Pihak yang disuruh marhusip ialah masing-masing satu
orang dongan tubu, boru-tubu, dan dongan-sahuta.
3. Marhata Sinamot
Marhata Sinamot ialah membicarakan sinamot dan jambar sinamot. Pihak yang ikut marhata
sinamot adalah masing-masing 2-3 orang dari dongan-tubu, boru dan dongan-sahuta. Mereka tidak
membawa makanan apa-apa, kecuali makanan ringan dan minuman.
4. Mapudun Saut
Marpudun Saut artinya merealisasikan apa yang dikatakan dalam Paranak Hata, Marhusip dan
Marhata Sinamot. Semua yang dibicarakan pada ketiga tingkat pembicaraan sebelumnya
disimpulkan menjadi satu untuk selanjutnya disahkan oleh natua-tua adat. Dalam Marpudun saut
sudah diputuskan segala keperluan pernikahan seperti tempat upacara, tanggal upacara, ketentuan
mengenai Ulos yang akan digunakan, ketentuan mengenai Ulos-ulos kepada pihak paranak, dan
ketentuan tentang adat. Setelah semua itu diputuskan dan disahkan oleh pihak paranak dan parboru,
maka tahap selanjutnya adalah menyerahkan bohi ni Sinamot (Uang muka maskawin) kepada
parboru sesuai dengan yang dibicarakan. Setelah itu diadakan makan bersama dan pembagian
jambar.
5. Unjuk
Semua upacara pernikahan harus dilakukan di halaman pihak perempuan, dimanapun upacara
dilangsungkan. Berikut adalah tata geraknya:
* Memanggil liar ni Tulang ni boru muli dilanjutkan dengan menentukan tempat duduk (Mengenai
tempat duduk di dalam upacara pernikahan diuraikan dalam Dalihan Na Tolu.
* Mempersiapkan makanan
* Paranak memberikan Na Margoar Ni Sipanganon dari parjuhut horbo
* Parboru menyampaikan dengke (Ikan, biasanya ikan mas)
* Doa makan
* Membagikan Jambar
* Marhata Adat
* Pasahat Sinamot dan Todoan
* Mangulosi
* Padalan Olopolop
6. Tangiang Parujungan
Doa penutup pertanda selesainya upacara perkawinan adat Batak Toba.
MAMAHOLI
Upacara Batak Toba Mamaholi |
Pada hakikatnya tradisi Mamoholi adalah sebuah bentuk nyata dari kehidupan masyarakat Batak tradisional di Bona Pasogit yang saling bertolong-tolongan (Masiurupan). Seorang ibu yang baru melahirkan di kampung halaman, mungkin memerlukan istirahat paling tidak 10 hari sebelum dia mampu mempersiapkan makanannya sendiri. Dia masih harus berbaring di dekat tungku dapur untuk menghangatkan badannya dan disegi lain dia perlu makanan yang cukup bergizi untuk menjamin kelancaran air susu (ASI) bagi bayinya.
Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu, maka saudara-saudara sekampung akan secara bergantian dari hari ke hari berikutnya mempersiapkan makanan bagi si ibu berupa nasi, lauk daging ayam atau ikan (Na Tinombur), jenis sayuran yang dipercaya membantu menambah produksi ASI (seperti bangun-bangun) dan lain-lain. Selain makanan siap saji, ada juga keluarga-keluarga yang membawa bahan makanan dalam bentuk mentah seperti beras, ayam hidup, ikan hidup dan yang lebih mentah lagi dalam bentuk uang. Sehingga paling sedikit untuk dua atau tiga bulan berikutnya si ibu yang baru melahirkan itu tidak perlu khawatir akan makanan yang ia butuhkan untuk merawat bayinya sebaik-baiknya sampai ia kuat untuk melakukan tugas-tugas kesehariannya.
Kunjungan pihak Hula-hula/ Tulang untuk menyatakan sukacita dan rasa syukur mereka atas kelahiran cucu itu adalah sesuatu yang khusus. Mungkin mereka akan datang beberapa hari setelah kelahiran bayi itu dalam rombongan lima atau enam keluarga yang masing-masing mempersiapkan makanan bawaannya, sehingga dapat dibayangkan berapa banyak makanan yang tersedia sekaligus.
Untuk menyambut dan mengormati kunjungan Hula-hula itu maka tuan rumah pun mengundang seluruh keluarga sekampungnya untuk bersama-sama menikmati makanan yang dibawa oleh rombongan Hula-hula itu. Setelah makan bersama, anggota rombongan Hula-hula akan menyampaikan kata-kata doa restu semoga si bayi yang baru lahir itu sehat-sehat, cepat besar dan dikemudian hari juga diikuti oleh adik-adik laki-laki maupun perempuan.
KEMATIAN
Upacara Adat Istiadat Toba Mengenai Kematian |
Dalam tradisi Batak, orang yang mati akan mengalami perlakuan khusus terangkum dalam sebuah upacara adat kematian. Upacara adat kematian tersebut diklasifikasi berdasar usia dan status si mati. Untuk yang mati ketika masih dalam kandungan (Mate Di Bortian) belum mendapatkan perlakuan adat (Langsung dikubur tanpa peti mati). Tetapi bila mati ketika masih bayi (Mate Poso-poso), mati saat anak-anak (Mate Dakdanak), mati saat remaja (Mate Bulung), dan mati saat sudah dewasa tapi belum menikah (Mate Ponggol), keseluruhan kematian tersebut mendapat perlakuan adat : mayatnya ditutup selembar ulos (Kain tenunan khas masyarakat Batak) sebelum dikuburkan. Ulos penutup mayat untuk Mate Poso-poso berasal dari orang tuanya, sedangkan untuk Mate Dakdanak dan Mate Bulung, Ulos dari Tulang (Saudara laki-laki Ibu) si orang mati.
Upacara adat kemtian semakin sarat mendapat perlakuan adat apabila orang yang mati :
1. Telah berumah tangga namun belum mempunyai anak (Mate Di Paralang-alangan/ Mate Punu)
2. Telah berumah tangga dengan meninggalkan anak-anaknya yang masih kecil (Mate Mangkar)
3. Telah memiliki anak-anak yang sudah dewasa, bahkan sudah ada yang kawin, namun belum bercucu
(Mate Hatungganeon)
4. Telah memiliki cucu, namun masih ada anaknya yang belum menikah (Mate Sari Matua)
5. Telah bercucu tidak harus dari semua anak-anaknya (Mate Saur Matua)
Mate Saurmatua menjadi tingkat tertinggi dari klasifikasi upacara, karena mati saat semua anaknya telah berumah tangga. Memang masih ada tingkat kematian tertinggi diatasnya, yaitu Mate Saur Matua Bulung (Mati ketika semua anak-anaknya telah berumah tangga, dan telah memberikan tidak hanya cucu, bahkan cicit dari anaknya laki-laki dan dari anaknya perempuan). Namun keduanya dianggap sama sebagai konsep kematian ideal (Meninggal dengan tidak memiliki tanggungan anak lagi).
MANGAPULI
Adat Istiadat Mangapuli |
Dan pihak keluarga yang berduka juga biasanya menyampaikan terimakasih kepada orang-orang yang sudah datang memberikan penghiburan (dukungan moril) kepada keluarga yang ditinggalkan yang biasa disebut Mangampu Hasuhuton.
UPACARA ADAT BATAK TOBA
1. Upacara Adat Mangirdak atau Mangganje atau Mambosuri Boru (Adat tujuh bulanan)
Upacara Adat Mangirdak adalah upacara yang diterima oleh seorang ibu yang usia kandungannya
tujuh bulan. Dalam suku Batak apabila seorang putra Batak menikah dengan seorang perempuan
baik dari suku yang sama maupun yang beda, ada beberapa aturan atau kebiasaan yang harus
dilaksanakan. Sebagai contoh, seorang putra Batak yang bermarga Pardede menikah maka sudah
merupakan kebiasaan jika orangtua dari istri disertai rombongan dari kaum kerabat datang
menjenguk putrinya dengan membawa makanan ala kadarnya ketika menjelang kelahiran, hal
kunjungan ini disebut dengan istilah Mangirdak (Membangkitkan Semangat). Makna spiritualitas
yang terkandung adalah kewibawaan dari seorang anak laki-laki dan menunjukkan perhatian dari
orangtua si perempuan dalam memberikan semangat. Pihak keluarga membawa makanan seperti
ikan mas dan nasi untuk diberikan kepada ibu yang mengandung dengan harapan anak yang
dilahirkan sehat begitu pula ibunya yang melahirkan.
2. Upacara Pemberian Ulos Tondi
Ada juga kerabat yang datang itu dengan melilitkan selembar Ulos yang dinamakan Ulos Tondi
(Ulos yang menguatkan jiwa ke tubuh si putri dan suaminya). Pemberian Ulos ini dilakukan setelah
acara makan. Makna spiritualitas yang terkandung adalah adanya keyakinan bahwa pemberian Ulos
ini dapat memberikan ataupun menguatkan jiwa kepada suami istri yang baru saja mempunyai
kebahagiaan dengan adanya kelahiran.
3. Upacara Adat Mangharoan
Upacara Adat Mangharoan (dibaca : Makkaroan) adalah upacara adat yang dilaksanakan setelah
dua minggu kelahiran bayi untuk menyambut kedatangan bayi tersebut dalam keluarga tersebut.
4. Upacara Adat Martutu Aek
Upacara Adat Martutu Aek adalah upacara adat pemberian nama kepada bayi. Namun, pada saat
ini upacara ini sudah tidak dilakukan lagi karena dianggap tidak sesuai dengan ajaran agama.
5. Upacara Adat Marhajabuan
Upacara Adat Marhajabuan adalah upacara adat pernikahan sesuai dengan Adat Batak Toba,
Marhajabuan (Berumah Tangga) artinya setiap masyarakat Batak yang akan berumah tangga atau
menikah harus melalui sebuah pesta adat tidak boleh hanya di baptis di gereja atau hanya sekedar
akad nikah. Acara ini akan dihadiri oleh seluruh sanak keluarga dari pihak pria maupun wanita dan
diadakan pemberian Ulos kepada pasangan yang menikah.
6. Upacara Adat Manulangi
Upacara Adat Manulangi adalah upacara adat yang diberikan kepada orang tua yang lanjut
usianya
dengan menyuapi/ menyulangkan makanan kesukaan atau makanan yang terbaik oleh anak dan
cucunya.
7. Upacara Adat Hamatean
Upacara Adat Hamatean adalah Upacara Adat Kematian saat seseorang Batak meninggal
disesuaikan dengan Adat Batak Toba apakah adat yang akan dibuat jika seseorang meninggal
sebagai Sari Matua, Saur Matua, Maulibulung, dan lain-lain.
8. Upacara Adat Mangongkal Holi
Upacara Adat Mangongkal Holi adalah upacara adat penggalian tulang belulang orang tua yang
telah meninggal untuk dimasukkan ke dalam tugu (Monumen untuk menghormati orang yang
meninggal).
Batak | Cerita Batak | Sejarah Batak | Batak Pakpak | Batak Toba | Batak Karo | Batak Mandailing | Batak Simalungun | Batak Angkola | Sejarah Batak | Lagu Batak | Perkawinan Batak | Pernikahan Batak | Adat Batak | Tentang Batak | Foto Batak | Tarian Batak | Pakaian Batak | Ulos Batak | Artikel Batak | Kami Batak
Thanks for reading & sharing FACE BATAK
0 komentar:
Posting Komentar